Sudah seminggu ini aku, radit dan mas Wira nginep di rumah orangtuaku. Tapi bukan ini yang mau aku ceritakan, kemarin malam pulang dari kantor mas Wira mampir ke rumah orangtuanya ambil celana dan baju buat ngantor besok. Sekitar jam sepuluh malam, mas Wira dah balik ke rumah ortuku. Awal percakapan dibuka dengan pertanyaan :
" Dah maem mas ? ".
" Belum....males " jawabnya.
" Ibu...gimana ?"
" Dah bisa jalan "
Ibu mertuaku sudah 2 minggu ini sakit, ada masalah dengan lututnya, mungkin osteoporosis atau osteoarthritis.
" Koq tadi sms-nya gitu sih, nyalahin aku, aku jelas g terima, g kesuwen bales ae langsung."
" Sorry....aku agak emosi tadi. "
" Emang ...kenapa ".
" Tadi pas di rumah, aku bilang sama ibu, aku minta anjingnya Tya taruh luar aja, ini bukan karena Ira yang nyuruh tapi aku yo perasaan bu."
" Saiki, Ira g pernah keluar kamar, lagian kalo ada anjing di biarin di dalam, rumah jadi rusuh, bau, mending kalo Tya mau ngepel pas sore hari. "
" Belum lagi, si Bonci pipisnya di kain pel, iya kalo Tya mau ngganti, terus kain pelnya dibuat keset kaki, bisa kebayang kan".
Belum selesai mas Wira ngobrol sama Ibu, Tya masuk, merasa yang sedang diobrolin adalah bonci anjing kesayangan, dia sedikit agak emosi.
" Sakno arek iku, mas ".
" Lha ...koen luwih sakno aku ta asu-mu ".
" Mbuh lah ", kata Tya sambil keluar kamar"
Mas Wira bilang, " Ibu tidak bisa berbuat apa-apa karena posisinya di tengah-tengah, tapi Tya harus digitu'in biar dia g egois, ben g karepe dewe dan Tya g mungkin bilang gitu kalo g ada dekengan dari bapak ".
Mendengar ceritanya mas Wira, aku jadi bingung, tidak tahu mesti bersikap apa. Tapi aku jadi ingat, setelah akad nikah setahun yang lalu, seorang saudara jauh sambil memegang tangan dan menatap mataku, dia bilang
" Sabar ya, mbak ".
Bunyi sms, datang dari HP-ku, aku lihat dari siapa, tidak ada nama tapi dari nomer belakangnya kayaknya dari ibu mertuaku. Agak sedikit kaget membacanya, begini bunyi sms-nya : " Mbak Ira klo di rumah pake sandal saja, Tya sama bapak emang suka anjing, kalo Radit sakit tempo hari emang karena sakit flu ". Sms itu langsung aku tunjukkan ke mas Wira, dan aku tidak pernah mencoba untuk membalas sms ibu. Tidak ada gunanya memperpanjang masalah ini, toh pada akhirnya aku yang harus ngalah. Dalam hati aku berucap, bapak ibuku nitipkan aku ke mas Wira, dan sudah menjadi tanggungjawabnya dia menyediakan tempat tinggal yang nyaman untuk anak istrinya, dan aku paham sekali posisiku di rumah itu, aku hanyalah mantu, aku tidak punya hak suara kecuali di dalam ruangan berukuran 3 x 3. Ibu ingin aku mengerti kondisi ini, oke....fine, begitu juga sebaliknya aku juga ingin di mengerti, aku mau 2 minggu dalam sebulan pulang ke rumah orangtuaku dan untuk setiap kali di tinggal mas Wira ke luarkota. Kalau mas Wira, aku dan Radit sedang pulang ke rumah ortuku aku mau AC tidak dinyalakan.
Masalahnya....berani g y, aku bilang ke mertuaku....ach aku kan tidak punya hak suara, mungkin lebih baik bilang sama suamiku saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar