Home

Kamis, 14 Maret 2013

Kembali untuk sebuah nama



Mas Robby is calling, begitu yang aku baca di layar ponselku.
Mas Robby, teman yang selalu siap mendengarkan curhatanku, meminjamkan bahu saat aku menangis,  sudah dua tahun lebih kita tidak pernah bertemu, kangen rasanya.  

“Hai …..mas, gimana kabarnya ?”.
 “Hai juga, aku baik “  
“Tumben telepon…..ada apa ?”.
“Hei….temen kamu, meninggal”
“Yang mana …mas ?”
“Yang kerja di asuransi, siapa namanya….lupa aku !”.
“Yurry….?”
“Iya….dia meninggal”.
“Ah….yang bener mas !”.
“Eh…ngapain juga becanda, aku barusan dikabari sama Pak Dhe, kalau nggak percaya telepon aja sendiri”.
“Innalillahi wa innaillaihi roji’un, sakit apa kecelakaan mas ?”
“Katanya sih…kanker otak”.
“Ya…Allah”.
“Yo…wis ya, aku cuma ngabari itu tok”.
“Ok…mas, makasih”.

Sejenak Christin duduk dan terdiam, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kenangan bersama laki-laki itu tiba-tiba menyeruak memenuhi pikirannya. Entah itu nonton, makan, diskusi atau sekedar ngobrol.  Masih jelas juga teringat ketika Christin begitu inginnya untuk menampar laki-laki itu yang dengan sengaja  merelakan tubuhnya dirangkul mesra seorang perempuan di cafĂ© biasa mereka kencan.

“Aku harus pergi dari sini”.
“Hei…..mau di kemana kan empat tahun itu ?”.
“Empat tahunku bersama dia sudah hilang ketika dia membawa perempuan itu !”.
“Christ…..coba dulu bicara dari hati ke hati ”.
“Aku butuh cinta mas, tapi aku tidak akan pernah mengemis cinta”.
“Christ…..dengarkan aku dulu,  Kamu tidak bisa memutuskan hubungan ini secara sepihak”.
“Maaf mas…. Dia lebih dulu melakukan ini secara sepihak”. 
“Christ….!”

Dua tahun berlalu, Christin akhirnya kembali menemui laki-laki itu yang sudah terbujur kaku berbalut kain kafan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar